Sejak kapan beladiri Silat ada di Nusantara? Inilah pendapat Donald Frederick Draeger ( 15 April 1922 – 20 Oktober 1982), pakar seni beladiri Asia dan seorang marinir Amerika. Ia dikenal sebagai pakar beladiri karena melakukan riset mendalam serta mempelajari langsung banyak cabang beladiri jepang, korea dan Cina. Ia juga sempat menjadi koreografer perkelahian dalam berbagai film laga aksi termasuk salah satunya adalah seri James Bond, “You Only Live Twice” (1967) yang dibintangi oleh Sean Connery.
Menurut Draeger, pada masa Palaeolitik (sekitar 15.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di Jawa yang dikenal dengan nama pithecantropus erectus sudah mengenal tehnik perkelahian atau beladiri sederhana, yakni dengan jurus tangan kosong atau dengan kembangan memakai senjata tongkat atau batu. Drager mengemukakan teori ini dengan mengajukan temuan Tengkorak Ngandong dan Wadjak yang ditemukan bersama peralatan batu sederhana seperti kapak batu. Batu yang ditajamkan salah satu sisinya dengan cara dipecahkan satu sama lain. Kapak batu genggam ini disebutnya sebagai senjata sederhana dalam perkelahian maupun sebagai peralatan untuk keperluan lainnya, seperti berburu ataupun mengolah makanan atau baju.
Pada masa selanjut (Mesolitik dan Neolitik, 15.000 – 3.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di lansekap nusantara mulai mengalami kemajuan dengan memperhalus peralatan dan senjatanya. Draeger menduga, seni beladiripun sudah mengalami kemajuan dari segi jurus akibat diperhalusnya senjata kapak batu itu.
Di masa klasik Indonesia, menurut Draeger – yang juga menulis buku Javanes Silat Martial Art of Perisai Diri ini – bukti adanya seni bela diri bisa dilihat bukan saja dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) melainkan juga pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda untuk silat di candi Prambanan dan Borobudur.
Dalam bukunya Draeger menuliskan bahwa pada saat bukunya disusun (medio 1970-an) senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan dari orang Indonesia. Silat bisa dilihat kebutuhannya bukan hanya dari sekedar olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.
0 comments:
Post a Comment